Apakah Sang Jenderal, Dalang Krisis Rohingya?
Kini diduga kuat, dominasi Jenderal Aung Hlaing yang didukung oleh kuatnya pengaruh militer di pemerintahan membuat Aung San Suu Kyi --yang sejatinya merupakan pemimpin de facto Myanmar-- tak berdaya menghentikan kiprah kekerasan tentara di Rakhine.
"Sebagai pimpinan tertinggi unsur militer dan memiliki suara mutlak di parlemen, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh State Councellor (Suu Kyi), terutama dalam hal penanganan masalah gangguan keamanan," ujar Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Ito Sumardi, lewat keterangan tertulis kepada Liputan6.com.
"Ia (Aung Hlaing) adalah tokoh militer yang tentunya memiliki kedekatan dengan pemerintah lama (junta), dan saat ini sangat berperan untuk menjalankan pengaruh militer dalam politik nasional Myanmar," tambahnya.
Sementara itu, menurut organisasi pegiat HAM, Burma Campaign, sang jenderal memiliki kuasa untuk menghentikan tindak kekerasan militer terhadap Rohingya.
"Hanya ada satu orang di Burma yang dapat memerintahkan tentara untuk menghentikan pembunuhan dan aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya, ia adalah Min Aung Hlaing," jelas Mark Farmaner, Direktur Burma Campaign, organisasi pegiat HAM yang berbasis di Inggris.
Sang jenderal juga disebutkan sebagai salah satu figur yang menyuburkan persekusi, diskriminasi, dan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh militer terhadap kelompok etnis Rohingya.
"Biarkan dunia tahu bahwa tidak ada etnis Rohingya di negara kita," jelas Mark seraya menegaskan status tanpa kewarganegaraan etnis tersebut di hadapan para prajurit Myanmar dalam sebuah pidato Hari Angkatan Bersenjata pada 27 Maret 2017, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Sementara, pada 25 Agustus 2017, hari dan pekan yang sama ketika konflik bersenjata kembali meletus di Rakhine, sang jenderal menegaskan komitmennya bahwa Rohingya bukanlah warga Myanmar.
"Penyebutan mereka sebagai warga harus diselaraskan dengan hukum yang ada di Myanmar. Etnis itu (Rohingya) tidak terkategori dan teridentifikasi dalam hukum negara. Mereka yang tidak teridentifikasi, harus dibatasi," jelasnya seperti dikutip dari media Myanmar, Mizzima.com.
Hasil laporan Human Rights Watch dan Burma Campaign menyebut bahwa sebagai komandan angkatan bersenjata Myanmar, Aung Hlaing diyakini bertanggung jawab atas aksi tentara yang melakukan tindakan kekerasan dan pembunuhan ekstra-yudisial terhadap warga sipil etnis Rohingya.
Tim pencari fakta PBB kini juga tengah melakukan investigasi atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan, yang dilakukan militer Myanmar yang dipimpin oleh Aung Hlaing terhadap etnis Rohingya.
Burma Campaign juga menekankan agar komunitas internasional juga harus menyoroti Jenderal Aung Hlaing, figur yang diyakini sebagai dalang utama atas rangkaian kekerasan yang terjadi di Rakhine.
"Min Aung Hlain adalah hambatan besar bagi reformasi HAM dan demokrasi di Burma. Ia memerintahkan prajuritnya membantai, lalu menembak warga sipil tak bersenjata dan bayi, serta memerkosa warga sipil," demikian menurut pernyataan tertulis dari Burma Campaign.
Tidak ada komentar