Hebohhhh,,, Komentari Bayi Debora, IDI: Dokter dan Rumah Sakit Wajib Menolong Pasien
Jakarta - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Dr dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, angkat bicara soal kasus yang menimpa bayi Debora, anak pasangan Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang. Menurut Prof Marsis, dokter bersama-sama rumah sakit memiliki kewajiban menolong pasien yang dalam keadaan gawat darurat.
"Dalam undang-undang sudah ada peraturan yang menyebut orang miskin bisa mendapat pelayanan kesehatan tanpa perlu uang muka. Rumah sakit dan dokter tetap harus menerima pasien miskin jika sedang ada dalam keadaan gawat darurat," tutur Prof Marsis, ditemui di Kantor PB IDI, Jl GSSY Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Foto: Kenangan Bayi Debora yang Meninggal karena Kurang Uang Muka
Kewajiban menolong pasien oleh dokter dan rumah sakit ini menurutnya harus diutamakan saat keadaan gawat darurat. Di sisi lain, masalah biaya dan administrasi meski penting, tapi tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memberikan pertolongan kepada pasien.
"Saat emergency, masalah administrasi itu nomor dua, yang pertama adalah menolong pasien. Dokter dan rumah sakit harus mengeluarkan segala daya dan upaya supaya pasien bisa tertolong," tambah Prof Marsis, merujuk pada sumpah dokter.
Hal senada juga dikatakan oleh dr M. Adib Khumaidi, SpOT, Sekretaris Jenderal PB IDI, mengatakan bahwa pada kasus bayi Debora, dokter sudah memberikan rekomendasi agar ia mendapat perawatan Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Namun hal ini terbentur oleh peraturan di RS Mitra Keluarga.
"Dokter tidak pernah bicara soal biaya. Kita bicara soal kepentingan pasien, itu sudah diatur dalam kode etik dan sumpah dokter," ungkapnya.
"Yang mengatakan pasien harus dirawat di PICU siapa? Dokternya. Tapi dokter tidak bisa memasukkan pasien ke ruang PICU, karena tadi itu, terkait tata kelola dan internal rumah sakitnya," tutupnya.
"Dalam undang-undang sudah ada peraturan yang menyebut orang miskin bisa mendapat pelayanan kesehatan tanpa perlu uang muka. Rumah sakit dan dokter tetap harus menerima pasien miskin jika sedang ada dalam keadaan gawat darurat," tutur Prof Marsis, ditemui di Kantor PB IDI, Jl GSSY Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Foto: Kenangan Bayi Debora yang Meninggal karena Kurang Uang Muka
Kewajiban menolong pasien oleh dokter dan rumah sakit ini menurutnya harus diutamakan saat keadaan gawat darurat. Di sisi lain, masalah biaya dan administrasi meski penting, tapi tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memberikan pertolongan kepada pasien.
"Saat emergency, masalah administrasi itu nomor dua, yang pertama adalah menolong pasien. Dokter dan rumah sakit harus mengeluarkan segala daya dan upaya supaya pasien bisa tertolong," tambah Prof Marsis, merujuk pada sumpah dokter.
Hal senada juga dikatakan oleh dr M. Adib Khumaidi, SpOT, Sekretaris Jenderal PB IDI, mengatakan bahwa pada kasus bayi Debora, dokter sudah memberikan rekomendasi agar ia mendapat perawatan Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Namun hal ini terbentur oleh peraturan di RS Mitra Keluarga.
"Dokter tidak pernah bicara soal biaya. Kita bicara soal kepentingan pasien, itu sudah diatur dalam kode etik dan sumpah dokter," ungkapnya.
"Yang mengatakan pasien harus dirawat di PICU siapa? Dokternya. Tapi dokter tidak bisa memasukkan pasien ke ruang PICU, karena tadi itu, terkait tata kelola dan internal rumah sakitnya," tutupnya.
Tidak ada komentar